VALENTINE’S DAY : HARAM

Ada satu fenomena menarik di kalangan masyarakat kita, khususnya pada  bulan Februari. Ada pemandangan yang khas di berbagai media massa, mal-mal, pusat-pusat hiburan.  Tidak sedikit sarana dan media publik berlomba menarik perhatian para remaja dengan menggelar pesta perayaan yang tak jarang berlangsung hingga larut malam bahkan hingga dini hari. Semua pesta tersebut bermuara pada satu hal yaitu Valentine’s Day. Biasanya mereka saling mengucapkan “selamat hari Valentine“, berkirim kartu dan bunga, saling bertukar pasangan, saling curhat, menyatakan sayang atau cinta.

Sejarah Valentine’s Day

Tentang asal usul valentine’s day The Catholic Enciclopedia for School and Home (New York, May 14, 1965) menjelaskan sedikitnya tiga versi berikut; Pertama,  seorang pendeta bernama valentine yang hidup pada akhir abad ke-4 M, di bawah kekuasaan kaisar romawi cladius II. Tepatnya pada tanggal 14 pebruari dijatuhi hukuman mati oleh kaisar. Pasalnya, sang pendeta membangkang perintah kaisar. Perintah apa gerangan? Kaisar mengetahui bahwa dengan diam-diam pendeta valentine menyebarkan agama kristen. Versi inilah yang paling populer di dalam literature-literature Kristen. Kedua, bahwa Kaisar Caludius berkeyakinan bahwa tentara-tentara yang masih lajang, mempunyai semangat dan militansi yang jauh lebih besar dari mereka yang sudah beristri. Atas dasar itulah, Kaisar mengeluarkan ultimatum yang berisi larangan penyelenggaraan perkawinan. Namun kenyataannya pendeta Valentine melanggar maklumat Kaisar dan dengan diam-diam dia menikahkan orang di gereja. Kegiatan terselubung itu akhirnya tercium oleh Kaisar. Sang pendeta pun di penjarakan.

Di dalam penjara, pendeta Valentine berkenalan dengan seorang wanita yang kala itu sedang menderita sakit. Wanita tersebut,  atas permintaan ayahnya yang tidak lain adalah salah seorang penjaga rumah penjara, disembuhkan berkat pengobatan sang pendeta. Diam-diam terjalinlah hubungan asmara antara wanita itu dan pendeta. Atas dasar ini Pendeta tersebut divonis hukuman mati. Sebelum pendeta Valentine menjalankan hukuman mati, dia sempat berkirim sebuah kartu yang bertuliskan ”Dari Valentine Yang Setia” kepada si jantung hati. Hal ini terjadi setelah si wanita berhasil mengkristenkan 46 orang anggota keluarganya.

Ketiga, versi yang menerangkan bahwa ketika agama kristen mulai tersebar di Eropa, sebuah tradisi romawi baru berkembang di kalangan muda-mudi. Pada setiap tengah bulan Febuari, mereka melakukan pertemuan bersama. Ditulisnya nama-nama gadis dari kampung mereka, masing-masing pada secarik kertas, lalu dimasukkan ke dalam kotak. Pemuda-pemuda kampung, secara bergiliran mengambil secarik kertas dan gadis yang namanya tertera dalam kertas, akan menjadi kekasihnya sepanjang tahun. Sang pemuda akan segera mengirim kartu kepada gadis yang menjadi kekasihnya dengan tulisan “Atas nama Para Dewi, Aku Kirimkan Kepadamu Kartu Ini”. Dan terjalinlah hubungan kasih sayang antara keduanya hiangga akhir tahun.

Para pendeta keristen menilai, bahwa tradisi seperti ini akan menguatkan kepercayaan romawi, dan akan menjadi pekerjaan yang sulit untuk menghilangkannya. Maka, mereka memutuskan –dari pada menghapus tradisi itu–akan lebih baik jika redaksi ungkapan cinta kasih “Atas Nama Para Dewi” itu akan diganti dengan “Atas Nama Pendeta Valentine”. Karena dalam pandangan para pendeta, redaksi tersebut mewakili simbol agama kristen, dan dengan demikian mereka telah berhasil mempertalikan para muda-mudi dengan ajaran kristen.

Belakangan, peringatan “hari cinta kasih” itu di hiasi dengan kartu yang berilustrasi seorang bayi bersayap mengelilingi gambar jantung, sementera di sisi lain sebuah anak panah tertuju kepadanya. Inilah yang dianggap sebagai Dewa Cinta.[2]

Valentine’s Day sebagai Produk Kesyirikan (Paganisme)

Berdasarkan historical background yang diterangkan dalam Ensiklopedi Katolik  tersebut, Valentine’s Day sejatinya bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan kepada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang” yang digemakan oleh Islam kita. Lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari Valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Bila demikian, berarti perayaan hari Valentine oleh sebagian saudara-saudara kita menjadi bukti kongkret betapa sebagian generasi kita telah membeo tanpa ilmu pengetahuan, ikut-ikutan mengekor budaya Barat dan acara ritual agama lain. Fakta inilah yang diisyaratkan oleh Rasulullah ’alaihissalam berikut ini :

لتتبعن سنن من كان قبلكم شبرا بشبر وذراعا بذراع حتى لو دخلوا جحر ضب لاتّبعتموهم.

قلنا يا رسول الله اليهود والنصارى ؟ قال:  فمن !

Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai seandainya mereka masuk ke dalam lubang biawak pun kalian mengikutinya. Kami (para Sahabat) bertanya, “wahai Rasulullah, (apakah yang Engkau maksud itu Yahudi dan Nasrani?”. Beliau menjawab :”Siapa lagi?! (HR Bukhari)

Tidak berbeda dengan apa yang diriwayatkan oleh Abu Waqid radliallahu ‘anhu berikut;  ketika Rasulullah‘alaihissalam keluar menuju perang Khaibar, beliau melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik yang disebut  Dzatu Anwath.  Biasanya untuk menggantungkan senjata. Para sahabat meminta, “Wahai Rasulullah, buatkan untuk kami Dzatu Anwath, sebagaimana mereka mempunyai Dzatu Anwath!.” Maka Rasulullah alaihissalam bersabda, “Maha Suci Allah, ini seperti yang diucapkan kaum Nabi Musa, ‘Buatkan untuk kami tuhan sebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan.’ Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan orang-orang yang ada sebelum kalian.” (HR.At-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih).[3]

Catatan Prinsip atas Perayaan Valentine’s Day

                Menganggapi sikap sebagian umat kita yang terpedaya dengan budaya ini, perlu kami sampaikan beberapa catatan kritis berikut : Pertama,  Valentine’s Day melecehkan kesucian ajaran Islam. Islam mengajarkan sikap kasih-sayang sesama. Bahkan Islam dinyatakan oleh Allah ta’ala sebagairahmatan lil-’alamien, menebarkan kasih kepada semesta alam setiap saat, di manapun kita berada. Tidak memerlukan simbolisasi tertentu dan waktu tertentu pula. Derasnya gelombang serbuan budaya Barat (Westernisasi) yang cenderung bebas nilai dan sarat propaganda “cinta kasih berkedok ajaran tuhan”, secara eksplisit merendahkan ajaran Islam yang luhur, karena jelas Valentine Day tidak lain merupakan upaya untuk mengabadikan prilaku aneh seorang Pendeta Valentine. Allah berfirman :

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak punya pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati itu akan diminta pertanggungjawaban.” (Al-Isra’ : 36)

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآَنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِنْدَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ

“Dan orang-orang kafir, amal-amal mereka laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitunganNya.” (An-Nur : 39)

Kedua, meskipun terdapat beberapa versi , literatur-literatur Kristiani mencatat bahwa Valentine’s Day bersumber pada mitos jahiliyah Romawi dan Athena diteruskan oleh gereja menjadi sistem keyakinan yang dirayakan dengan cara tertentu.  Perayaan Valentine’s Day yang dilakukan oleh sebagian umat kita dari berbagai kalangan, lambat laun akan menggiring mereka kepada tertanamnya satu keyakinan sinkretisme ajaran dan penyatuan doktrin keagamaan, yang semakin mengokohkan ‘agama baru’ : Pluralisme Agama. Pluralisme Agama mengklaim semua agama, yang teistik maupun yang non-teistik dapat dianggap sebagai “ruang-ruang” soteriologis (soteriological spaces) atau “jalan-jalan” soteriologis (soteriological ways) yang padanya manusia bisa mendapatkan keselamatan/ kebebasan dan pencerahan. Semuanya valid, karena pada dasarnya semuanya sama-sama merupakan bentuk-bentuk respon otentik yang berbeda dan beragam terhadap Hakekat ketuhanan (The Real) yang sama dan transenden.

Ketiga, meneguhkan dan mempropagandakan semangat hidup yang hedonis, dan berorientasi pemuasan hawa nafsu. Umumnya perayaan semacam ini sarat dengan pola hidup yang hura-hura, bertukar pasangan dan kekasih yang dimimpikan sebagai wasilah untuk mengekspresikan rasa kasih dan sayang sesama. Di Amerika Serikat dan beberapa negara Barat, sebuah kencan pada hari Valentine sering ditafsirkan sebagai permulaan dari suatu hubungan yang serius. Ini membuat perayaan Valentine di sana lebih bersifat ‘dating’ yang sering di akhiri dengan tidur bareng (perzinaan) ketimbang pengungkapan rasa kasih sayang dari anak ke orangtua, ke guru, dan sebagainya yang tulus dan tidak disertai kontak fisik. Inilah sesungguhnya esensi dari Valentine Day.

Perayaan Valentine Day di negara-negara Barat umumnya dipersepsikan sebagai hari di mana pasangan-pasangan kencan boleh melakukan apa saja, sesuatu yang lumrah di negara-negara Barat, sepanjang malam itu. Malah di berbagai hotel diselenggarakan aneka lomba dan acara yang berakhir di masing-masing kamar yang diisi sepasang manusia berlainan jenis. Ini yang dianggap wajar, belum lagi party-party yang lebih bersifat tertutup dan menjijikan. Perhatikan ayat berikut ini :

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً

فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”(Al-Jatsiyah : 23).

Perayaan Valentine’s Day : HARAM

Tiga catatan mendasar atas fakta perayaan Valentine’s Day setidaknya memberikan pandangan yang jelas, tegas dan utuh dalam diri kita sebagai seorang muslim. Beberapa Ulama terkemuka di dunia Islam memberikan penjelasan sebagai berikut.

Tentang perayaan ritual orang-orang kafir, Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jawziyah rahimahullahmenyatakan : “Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid’ah atau kekufuran maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah.”

Ketua Lajnah Da’imah Li al-Ifta’ (Lembaga Fatwa Kerajaan Arab Saudi), Abdul Aziz bin Abdullah bin Muhammad Alus Syaikh hafizhahullah menjelaskan demikian; ”…bahwa telah ditunjukkan berdasarkan dalil-dalil yang jelas dari Al-Kitab dan As-sunnah, dan telah sepakat umat ini atasnya, bahwa hari raya di dalam Islam hanyalah dua: yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Adapun selain keduanya dari berbagai perayaan apakah yang berhubungan dengan seseorang, sekelompok orang, atau satu kejadian, atau dengan makna apa saja, maka itu merupakan perayaan-perayaan yang bid’ah, tidak boleh bagi Kaum Muslimin melakukannya, menyetujuinya, dan menampakkan kegembiraan dengannya, atau membantunya dengan sesuatu. Sebab hal tersebut termasuk ke dalam sikap melanggar batasan-batasan Allah, dan barangsiapa yang melanggar batasan-batasan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka sungguh dia telah menzhalimi dirinya sendiri. Apabila perayaan yang diada-adakan tersebut berasal dari perayaan orang-orang kafir, maka ini berarti dosa di atas dosa, sebab menyerupai mereka, dan itu merupakan bentuk loyalitasnya kepada mereka. Dan sungguh Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah melarang Kaum Mukminin menyerupai mereka dan bersikap loyal kepada mereka dalam kitab-Nya yang agung. Dan telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda: ” Barangsiapa yang menyerupai satu kaum,maka dia termasuk mereka “(HR.Abu Dawud dari Abdullah bin Umar).”[4]

”Hari kasih sayang termasuk diantara jenis perayaan yang disebutkan, sebab ia termasuk di antara perayaan berhala Nashrani. Maka tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan hari akhir melakukannya, atau menyetujuinya, atau mengucapkan selamat, namun yang wajib adalah meninggalkannya dan menjauhinya, sebagai wujud menjawab panggilan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dan menjauhkan diri dari berbagai sebab yang mendatangkan kemurkaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan siksaan-Nya. Sebagaimana pula diharamkan atas seorang muslim membantu perayaan tersebut, atau yang lainnya dari berbagai perayaan yang diharamkan, dengan jenis apapun, baik berupa makanan, minuman, menjual, membeli, membuat, hadiah, saling berkirim surat, atau pemberitahuan, atau yang lainnya. Sebab itu semua termasuk ke dalam sikap saling tolong menolong di atas dosa dan permusuhan, dan kemaksiatan kepada Allah dan rasul-Nya. Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

” Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. ” (QS.Al-Maidah : 2)

Wajib atas seorang muslim berpegang teguh dengan Kitabullah dan As-Sunnah dalam setiap keadaannya, terlebih lagi pada waktu-waktu terjadinya fitnah dan banyak terjadi kerusakan. Dan hendaklah seseorang mengerti dan berhati-hati dari terjatuh ke dalam berbagai kesesatan orang-orang yang dimurkai dan orang-orang yang sesat yang fasiq yang yang tidak percaya akan kebesaran Allah, dan mememiliki peduli terhadap Islam. Wajib atas setiap muslim untuk berlindung kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan memohon hidayah kepada-Nya, dan kokoh di atas agamanya, karena tidak ada yang dapat memberi hidayah kecuali Allah, dan tidak ada yang dapat memberi kekokohan kecuali Dia Subhanahu Wa Ta’ala. Dan hanya kepada Allah kita meminta taufiq. Shalawat dan salam atas Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarganya, dan para shahabatnya.[5]

Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al-’Utsaimin rahimahullah  menegaskan haramnya perayaan Valentine’s Day dengan beberapa alasan berikut; pertama, bahwa itu merupakan perayaan bid’ah yang tidak ada asalnya dalam syari’at Islam; kedua, menjerumuskan kepada cinta buta dan kerinduan (kepada lawan jenis bukan mahram); ketiga,  menjerumuskan kepada sibuknya hati dalam urusan-urusan hina, yang menyelisihi bimbingan salafus shalih. Dengan demikian, tidak dihalalkan pada hari ini menunjukkan sesuatu yang mengagungkan perayaan tersebut, baik dalam hal makanan, minuman, pakaian, ataupun dengan saling memberi hadiah, atau yang lainnya. Wajib bagi seorang muslim untuk merasa mulia dengan agamanya dan jangan sampai menjadi seorang yang tidak punya pegangan, mengikuti setiap orang yangmempropagandakan kebathilan. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala melindungi Kaum Muslimin dari segala fitnah yang zhahir maupun yang batin. Semoga pula Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa menolong kita dengan pertolongan dan taufiqNya.[6]


[2] Majalah Arana Perbandingan Agama dan Pembinaan Muallaf, Edisi : No. 03/TH.I/17 Pebruari – 17 Maret 2005, hal. 14-17

[3] سنن الترمذي    [ جزء 4 –  صفحة 475 ]

2180 – حدثنا سعيد بن عبد الرحمن المخزومي حدثنا سفيان عن الزهري عن سنان بن أبي سنان عن أبي واقد الليثي : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لما خرج إلى خيبر مر بشجرة للمشركين يقال لها ذات أنواط يعلقون عليها أسلحتهم فقالوا يا رسول الله أجعل لنا ذات أنوط كما لهم ذات أنواط فقال النبي صلى الله عليه وسلم سبحان الله هذا كما قال قوم موسى اجعل لنا إلها كما لهم آلهة والذي نفسي بيده لتركبن سنة من كان قبلكم”/ قال أبو عيسى هذا حديث حسن صحيح. و أبو واقد الليثي اسمه الحرث بن عوف وفي الباب عن أبي سعيد و أبي هريرة. قال الشيخ الألباني : صحيح  (المكتبة الشاملة)

 

[4] سنن أبي داود    ( جزء 2 –  صفحة 441 )

 4031 حدثنا عثمان بن أبي شيبة ثنا أبو النضر ثنا عبد الرحمن بن ثابت ثنا حسان بن عطية عن أبي منيب الجرشي عن ابن عمر قال :  قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ” من تشبه بقوم فهو منهم ” . / قال الشيخ الألباني : حسن صحيح

[5] Fatwa nomor (21203), tanggal: 23-11-1320 H. http://dakwahsalaf.info/?p=22

[6] Majmu’ Fatawa Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah :16/199

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*

*

*

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Jadwal Sholat


Jadwal Sholat Di Beberapa Kota